Saya berangkat dari Bandung siang hari, sampai di sana sudah malam.
Setibanya saya di rumah sahabat saya, saya langsung memencet bel pintu
rumah. Begitu bel dipencet, keluarlah seorang wanita setengah baya, dan
dia adalah ibu sahabat saya, namanya Ibu Ita. O ya.., Ibu Ita adalah
seorang janda, umurnya saya perkirakan sekitar 39 tahun. Walaupun
umurnya sudah hampir mencapai kepala 4, tetapi masih kelihatan seksi dan
montok, walaupun buah dada yang besar itu sedikit kendor.
“Malam Bu..,” sapa saya.
“Ooo, NakJDddi. Malam juga.., ayo masuk..!” balasnya, lalu saya pun masuk ke dalam ruang tamu.
“Sama sapa kamu Ded..?” tanyanya.
“Saya sendiri Bu, o ya.., Rinto mana Bu..?” saya balik bertanya.
“Rinto sedang ke Batam, kemaren dia berangkat, dia ada panggilan kerja di sana.” katanya.
“Ke Batam..?” tanya saya penuh heran dan sedikit kecewa.
“O ya.., Dedi tidur dimana..?” tanya Bu Ita.
“Ngga tau nich Bu.., mungkin saya akan langsung balik lagi ke Bandung, soalnya Rinto ngga ada sich Bu..” kata saya.
“Jangan pulang dulu Nak Dedi, mendingan kamu tidur aja disini,
sekarang kan sudah malam, lagian tuch masih ada kamar kosong..” katanya.
Saya diam sejenak dan mempertimbangkan ajakannya.
“Oke dech Bu.., saya akan menginap beberapa hari lagi disini..” kata saya.
“Ayo.., bawa tas kamu ke kamar depan. Kalau mau mandi silahkan aja,
ada air hangatnya tuh di kamar mandi” katanya sambil tersenyum manis
kepada saya.
Lalu saya membawa tas saya dan masuk ke kamar
tamu, setelah itu saya menuju ke kamar mandi, lalu mandi dengan air
panas. Setelah mandi, dengan masih handuk dililitkan di pinggang, saya
melihat Ibu Ita sedang menyiapkan makanan buat saya. Tanpa menyapa dan
hanya melempar senyum, saya berlalu masuk ke kamar. Sesampainya di
kamar, saya tidak langsung memakai pakaian, tetapi saya telanjang bulat
di hadapan cermin sambil membayangkan jika batang keperkasaan saya ini
dinikmati oleh Ibu Ita. Saya berdiri dengan bergaya sambil memainkan
batang kejantanan saya hingga benda itu tegak dan mengeras. Tetapi
begitu terkejutnya saya ketika tiba-tiba pintu kamar dibuka oleh Ibu
Ita. Lalu dengan seketika saya menghadap pintu yang dibuka oleh Ibu Ita
dengan membebaskan batang kejantanan saya dilihat Ibu Ita, dan Ibu Ita
hanya bisa menatap terpana akan keindahan batang kejantanan saya.
Setelah
beberapa detik terdiam, Ibu Ita pun berbicara, “Ded.. makanan udah Ibu
siapin.., ayo makan bareng yuk..!” ajaknya tersipu malu dan menampakkan
wajahnya yang memerah.
“Baik Bu, sebentar lagi.., Dedi pakai pakaian dulu..” kata saya, lalu pintu pun tertutup kembali.
Setelah
berpakaian, saya pun keluar ke arah ruang makan. Sesampainya disana,
saya sempat terpana juga, ternyata Ibu Ita sudah mengganti bajunya
dengan daster tidur yang tipis dan transparan. Ibu Ita memakai BH dan CD
berwarna hitam, menambah pikiran saya yang tak karuan. Lalu dengan
santai saya berjalan menuju meja makan, dan kami berdua pun langsung
makan. Di meja makan kami pun terlibat percakapan. Dia menceritakan
bahwa selama ini dia sangat kesepian setelah ditinggal suaminya,
sedangkan dengan keberadaan Rinto masih kurang, sebab Rinto jarang
berada di rumah.
Tetapi betapa terkejutnya saya saat Ibu Ita
meminta saya untuk menemaninya tidur di kamarnya. Dengan terkejutnya
hingga saya tersedak makan. Lalu dengan reflek, Ibu Ita berdiri dan
menghampiri saya.
Dari belakang, punggung saya diusap-usap sambil dia berkata, “Kalo makan hati-hati donk..!”
Tapi entah sengaja atau tidak, buah dada yang besar itu menempel di
punggung saya, membuat adik kecil saya yang di bawah mulai bangun. Lalu
tanpa diduga, Ibu Ita yang sudah sangat menginginkan kehangatan lelaki,
mulai agresif menciumi leher dan langsung ke pipi saya.
Dengan
nafsu yang sudah menggebu-gebu, saya pun merangkul tubuh Ibu Ita dan
langsung membalas ciumannya. Sambil berciuman, tangan saya mulai
bergirlya meraba-raba dan meremas-remas buah dada yang besar itu. Ibu
Ita hanya merintih dan badannya menggelinjang. 15 menit kami saling
berciuman, lalu kami menghentikan acara ciuman kami. Tanpa harus
bertanya lagi, Ibu Ita mengajak saya ke kamarnya, dengan memegang tangan
saya. Saya dituntun menuju kamar tidurnya. Begitu di dalam kamar, pintu
kamar dia kunci, lalu dia melepaskan baju saya dan celana hingga bugil
dengan ganasnya. Lalu saya disuruh naik ke atas tempat tidur dan saya
disuruh berbaring.
Dengan semangat 45, Ibu Ita menciumi saya
dari atas hingga bawah, betapa nikmat dan gelinya ketika batang kemaluan
saya dijilatnya, dikulum dan disedot-sedot sambil dikocok-kocok halus.
15 menit kemudian saya sudah tidak dapat menahan kenikmatan dari
mulutnya, lalu, “Croott.. crroott.. crroott..” air mani saya pun muncrat
ke dalam mulutnya.
Dengan bangganya air mani saya ditelan hingga
habis, mulai dari helm sampai batang kemaluan saya pun dibersihkan
dengan lidahnya.
Dengan perasaan tidak mau kalah, saya langsung
membuka satu persatu pakaian yang dipakai Ibu Ita hingga bugil, dan aku
membaringkannya di ranjang itu. Saya pun mulai menciuminya dan
meremas-remas sambil menyedot-nyedot buah dada yang besar dan indah itu.
“Hmm.., terus Ded..! Iya itu.. enak.., aahh.., terus sayang..!” rintihnya.
Lalu saya pun mulai turun menciuminya dan mulai saya menyibakkan
bulu-bulu kemaluan yang lebat dan hitam itu, lalu saya
menjilat-jilatinya sambil memasukkan jari-jari tangan saya ke lubang
senggamanya.
“Aaahhkk.., aakkhh..,” rintihnya.
Tidak lama, bibir kewanitaannya sudah basah dengan cairan-cairan kental dari liang senggamanya.
Setelah
puas, saya merubah posisi saya. Saya langsung berbaring dan Ibu Ita
saya suruh naik di atas selangkangan saya dan berjongkok. Dengan
tangannya sendiri, batang kejantanan saya diarahankannya masuk ke dalam
lubang kenikmatannya.
Dan, “Bleess.., bblleess..” masuk sudah kemaluan saya dengan penuh ke dalam lubangnya yang ranum itu.
“Aaakkhh.. aakkhh..” saya menjerit karena merasa betapa nikmatnya kejadian itu.
Lalu tubuh Ibu Ita mulai naik turun di selangkangan saya, sesekali
pantatnya diputar-putar. Saat pantatnya diputar terasa nikmat sekali.
15
menit kemudian, saya merubah posisi dengan batang kejantanan saya masih
di dalam liang senggamanya. Saya merubahnya dengan posisi dia
berbaring, lalu saya duduk dan mengangkat satu kaki Ibu Ita ke atas.
Lalu saya mulai memaju-mundurkan senjata keperkasaan saya di liang
senggamanya dengan irama sedang-sedang saja.
Kemudian, tidak
lama setelah itu, saya merubah lagi posisi. Sekarang saya merubah ke
posisi doggie style. Saya tusuk-tusukkan batang keperkasaan saya itu
dari belakang.
“Aaakkhh.., aakkhh.., sayang.. Ibu mau keluar nich..!” katanya sambil berusaha menahan dorongan yang saya lakukan.
“Keluarain aja Bu.., Dedi masih belom mau keluar..” balas saya yang masih tetap memacu gerakan.
Lalu, “Aaakkhh..” ternyata Ibu Ita sudah keluar.
Saya merasakan lubang di dalam dinding kemaluannya licin karena
cairan itu. Tapi aku masih terus mengocok-ngocok batang keperkasaan saya
di liang senggamanya. Setelah itu kami merubah posisi lagi. Sekarang
posisi Ibu Ita berbaring, lalu saya angkat kedua kakinya dan saya
rentangkan lebar-lebar kemaluannya dan saya menyodoknya dari depan.
10
menit kemudian, saya sudah tidak tahan lagi ingin menembakkan lahar
saya. Lalu saya tarik batang kejantanan saya. Saya segera membangunkan
Ibu Ita untuk duduk dan batang kejantanan saya, saya arahkan ke
mulutnya.
Dengan cepat Ibu Ita menyambutnya, dia mulai
mengocok-ngocok dan, “Crroott.., ccrroott.., ccrroott..!” air mani saya
menyembur ke wajahnya.
Tanpa disuruh lagi, Ibu Ita langsung membersihkan batang kejantanan saya dan dijilat-jilatnya hingga bersih.
Setelah
beberapa menit kami beristrirahat, kami pun melakukannya kembali hingga
pukul 3 pagi. Permainan kami sangat indah dan mesra sekali saya
rasakan, berbeda dengan pengalaman saya yang sebelumnya. Ibu Ita dan
saya di permainan yang kedua melakukan hubungan seks yang halus dan
lebih mesra, karena selain terasa lebih nikmat, kami juga membutuhkan
adaptasi setelah permainan yang pertama. Setelah melakukan permainan
yang ke-tiga, kami pun tidur bersama dengan keadaan bugil sambil kedua
tangan Ibu Ita memeluk erat tubuh saya yang saat itu telah lemas tak
berdaya. Kesekon harinya juga kami melakukannya lagi. Saya di Bogor
hanya 2 hari, lalu saya pulang kembali lagi ke Bandung dengan membawa
oleh-oleh kenangan yang indah bersama Ibu Ita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar