Apa yang akan kuceritakan ini terjadi beberapa tahun yang lalu, sewaktu
aku masih kuliah sebagai mahasiswa teknik di Bandung tahun 90-an.
Kejadiannya sendiri akan kuceritakan apa adanya, tetapi nama-nama dan
lokasi aku ubah untuk menghormati privasi mereka yang terlibat.
Menginjak tahun kedua kuliah, aku bermaksud pindah tempat kos yang
lebih baik. Ini biasa, mahasiswa tahun pertama pasti dapat tempat kos
yang asal-asalan. Baru tahun berikutnya mereka bisa mendapat tempat kos
yang lebih sesuai selera dan kebutuhan. Setelah "hunting" yang cukup
melelahkan akhirnya aku mendapatkan tempat kos yang cukup nyaman di
daerah Dago Utara. Untuk ukuran Bandung sekalipun, daerah ini termasuk
sangat dingin apalagi di waktu malam. Kamar kosku berupa paviliun yang
terpisah dari rumah utama. Ada dua kamar, yang bagian depan diisi oleh
Sahat, mahasiswa kedokteran yang kutu buku dan rada cuek. Aku sendiri
dapat yang bagian belakang, dekat dengan rumah utama.
Bapak kosku, Om Rahmat adalah seorang dosen senior di beberapa
perguruan tinggi. Istrinya, Tante Nita, wanita yang cukup menarik
meskipun tidak terlalu cantik. Tingginya sekitar 163 cm dengan perawakan
yang sedang, tidak kurus dan tidak gemuk. Untuk ukuran seorang wanita
dengan 2 anak, tubuh Tante Nita cukup terawat dengan baik dan tampak
awet muda meski sudah berusia di atas 40 tahun. Maklumlah, Tante Nita
rajin ikut kelas aerobik. Kedua anak mereka kuliah di luar negeri dan
hanya pulang pada akhir tahun ajaran.
Karena kesibukannya sebagai dosen di beberapa perguruan tinggi, Om
Rahmat agak jarang di rumah. Tapi Tante Nita cukup ramah dan sering
mengajak kami ngobrol pada saat-saat luang sehingga aku pribadi merasa
betah tinggal di rumahnya. Mungkin karena Sahat agak cuek dan selalu
sibuk dengan kuliahnya, Tante Nita akhirnya lebih akrab denganku. Aku
sendiri sampai saat itu belum pernah berpikir untuk lebih jauh dari
sekedar teman ngobrol dan curhat. Tapi rupanya tidak demikian dengan
Tante Nita...
"Doni, kamu masih ada kuliah hari ini?", tanya Tante Nita suatu
hari. "Enggak tante... " "Kalau begitu bisa anterin tante ke aerobik?"
"Oh, bisa tante... "
Tante Nita tampak seksi dengan pakaian aerobiknya, lekuk-lekuk
tubuhnya terlihat dengan jelas. Kamipun meluncur menuju tempat aerobik
dengan menggunakan mobil Kijang Putih milik Tante Nita. Di sepanjang
jalan Tante Nita banyak mengeluh tentang Om Rahmat yang semakin jarang
di rumah.
"Om Rahmat itu egois dan gila kerja, padahal gajinya sudah lebih
dari cukup tapi terus saja menerima ditawari jadi dosen tamu
dimana-mana... " "Yach, sabar aja tante... itu semua khan demi tante dan
anak-anak juga," kataku mencoba menghibur. "Ah... Doni, kalau orang
sudah berumah tangga, kebutuhan itu bukan cuma materi, tapi juga yang
lain. Dan itu yang sangat kurang tante dapatkan dari Om."
Tiba-tiba tangan Tante Nita menyentuh paha kiriku dengan lembut,
"Biarpun begini, tante juga seorang wanita yang butuh belaian seorang
laki-laki... tante masih butuh itu dan sayangnya Om kurang peduli."
Aku menoleh sejenak dan kulihat Tante Nita menatapku dengan
tersenyum. Tante Nita terus mengelus-elus pahaku di sepanjang
perjalanan. Aku tidak berani bereaksi apa-apa kecuali, takut membuat
Tante Nita tersinggung atau disangka kurang ajar.
Keluar dari kelas aerobik sekitar jam 4 sore, Tante Nita tampak
segar dan bersemangat. Tubuhnya yang lembab karena keringat membuatnya
tampak lebih seksi.
"Don, waktu latihan tadi tadi punggung tante agak terkilir... kamu
bisa tolong pijitin tante khan?" katanya sambil menutup pintu mobil.
"Iya... sedikit-sedikit bisa tante," kataku sambil mengangguk. Aku mulai
merasa Tante Nita menginginkan yang lebih jauh dari sekadar teman
ngobrol dan curhat. Terus terang ini suatu pengalaman baru bagiku dan
aku tidak tahu bagaimana harus menyikapinya. Sepanjang jalan pulang kami
tidak banyak bicara, kami sibuk dengan pikiran dan khayalan
masing-masing tentang apa yang mungkin terjadi nanti.
Setelah sampai di rumah, Tante Nita langsung mengajakku ke kamarnya.
Dikuncinya pintu kamar dan kemudian Tante Nita langsung mandi. Entah
sengaja atau tidak, pintu kamar mandinya dibiarkan sedikit terbuka.
Jelas Tante Nita sudah memberiku lampu kuning untuk melakukan apapun
yang diinginkan seorang laki-laki pada wanita. Tetapi aku masih tidak
tahu harus berbuat apa, aku hanya terduduk diam di kursi meja rias.
"Doni sayang... tolong ambilkan handuk dong... " nada suara Tante Nita mulai manja.
Lalu kuambil handuk dari gantungan dan tanganku kusodorkan melalui
pintu sambil berusaha untuk tidak melihat Tante Nita secara langsung.
Sebenarnya ini tindakan bodoh, toh Tante Nita sendiri sudah memberi
tanda lalu kenapa aku masih malu-malu? Aku betul-betul salah tingkah.
Tidak berapa lama kemudian Tante Nita keluar dari kamar mandi dengan
tubuh dililit handuk dari dada sampai paha. Baru kali ini aku melihat
Tante Nita dalam keadaan seperti ini, aku mulai terangsang dan sedikit
bengong. Tante Nita hanya tersenyum melihat tingkah lakuku yang serba
kikuk melihat keadaannya.
"Nah, sekarang kamu pijitin tante ya... ini pakai body-lotion... "
katanya sambil berbaring tengkurap di tempat tidur. Dibukanya lilitan
handuknya sehingga hanya tertinggal BH dan CD-nya saja. Aku mulai
menuangkan body-lotion ke punggung Tante Nita dan mulai memijit daerah
punggungnya.
"Tante, bagian mana yang sakit... " tanyaku berlagak polos.
"Semuanya sayang... semuanya... dari atas sampai ke bawah. Bagian depan
juga sakit lho... nanti Doni pijit ya... " kata Tante Nita sambil
tersenyum nakal.
Aku terus memijit punggung Tante Nita, sementara itu aku merasakan
penisku mulai membesar. Aku berpikir sekarang saatnya menanggapi ajakan
Tante Nita dengan aktif. Seumur hidupku baru kali inilah aku
berkesempatan menyetubuhi seorang wanita. Meskipun demikian dari film-film BF yang pernah kutonton sedikit banyak
aku tahu apa yang harus kuperbuat... dan yang paling penting ikuti saja
naluri...
"Tante sayang... , tali BH-nya boleh kubuka?" kataku sambil mengelus
pundaknya. Tante Nita menatapku sambil tersenyum dan mengangguk. Aku
tahu betul Tante Nita sama sekali tidak sakit ataupun cedera, acara
pijat ini cuma sarana untuk mengajakku bercinta. Setelah tali BH-nya
kubuka perlahan-lahan kuarahkan kedua tanganku ke-arah payudaranya.
Dengan hati-hati kuremas-remas payudaranya... ahh lembut dan empuk.
Tante Nita bereaksi, ia mulai terangsang dan pandangan matanya menatapku
dengan sayu. Kualihkan tanganku ke bagian bawah, kuselipkan kedua
tanganku ke dalam celana dalamnya sambil pelan-pelan kuremas kedua
pantatnya selama beberapa saat. Tante Nita dengan pasrah membiarkan aku
mengeksplorasi tubuhnya. Kini tanganku mulai berani menjelajahi juga
bagian depannya sambil mengusap-usap daerah sekitar vaginanya dengan
lembut. Jantungku brdebar kencang, inilah pertamakalinya aku menyentuh
vagina wanita dewasa... Perlahan tapi pasti kupelorotkan celana dalam
Tante Nita.
Sekarang tubuh Tante Nita tertelungkup di tempat tidur tanpa
selembar benangpun... sungguh suatu pemandangan yang indah. Aku kagum
sekaligus terangsang. Ingin rasanya segera menancapkan batang kemaluanku
ke dalam lubang kewanitaannya. Aku memejamkan mata dan mencoba bernafas
perlahan untuk mengontrol emosiku.
Seranganku berlanjut, kuselipkan tanganku diantara kedua pahanya dan
kurasakan rambut kemaluannya yang cukup lebat. Jari tengahku mulai
menjelajahi celah sempit dan basah yang ada di sana. Hangat sekali
raanya. Kurasakan nafas Tante Nita mulai berat, tampaknya dia makin
terangsang oleh perbuatanku.
"Mmhh... Doni... kamu nakal ya... " katanya. "Tapi tante suka khan... ?" "Mmhh... terusin Don... terusin... tante suka sekali."
Jariku terus bergerilya di belahan vaginanya yang terasa lembut
seperti sutra, dan akhirnya ujung jariku mulai menyentuh daging yang
berbentuk bulat seperti kacang tapi kenyal seperti moci Cianjur. Itu
klitoris Tante Nita. Dengan gerakan memutar yang lembut kupermainkan
klitorisnya dengan jariku dan diapun mulai menggelinjang keenakan.
Kurasakan tubuhnya sedikit bergetar tidak teratur. Sementara itu aku
juga sudah semakin terangsang, dengan agak terburu-buru pakaiankupun
kubuka satu-persatu hingga tidak ada selembar benangpun menutup tubuhku,
sama seperti Tante Nita.
Kukecup leher Tante Nita dan dengan perlahan kubalikkan tubuhnya.
Sesaat kupandangi keindahan tubuhnya yang seksi. Payudaranya cukup
berisi dan tampak kencang dengan putingnya yang berwarna kecoklatan
memberi pesona keindahan tersendiri. Tubuhnya putih mulus dan nyaris
tanpa lemak, sungguh-sungguh Tante Nita pandai merawat tubuhnya.
Diantara kedua pahanya tampak bulu-bulu kemaluan yang agak basah, entah
karena baru mandi atau karena cairan lain. Sementara itu belahan
vaginanya samar-samar tampak di balik bulu-bulu tersebut. Aku tidak
habis pikir bagaimana mungkin suaminya bisa sering meninggalkannya dan
mengabaikan keindahan seperti ini.
"Tante seksi sekali... " kataku terus terang memujinya. Kelihatan
wajahnya langsung memerah. "Ah... bisa aja kamu merayu tante... kamu
juga seksi lho Don... lihat tuh burungmu sudah siap tempur... ayo jangan
bengong gitu... terusin pijat seluruh badan tante... ," kata Tante Nita
sambil tersenyum memperhatikan penisku yang sudah mengeras dan
mendongak ke atas.
Aku mulai menjilati payudara Tante Nita sementara itu tangan kananku
perlahan-lahan mempermainkan vagina dan klitorisnya. Kujilati kedua
bukit payudaranya dan sesekali kuhisap serta kuemut putingnya dengan
lembut sambil kupermainkan dengan lidahku. Tante Nita tampak sangat
menikmati permainan ini sementara tangannya meraba dan mempermainkan
penisku.
Aku ingin sekali menjilati kewanitaan Tante Nita seperti dalam
adegan film BF yag pernah kutonton. Perlahan-lahan aku mengubah
posisiku, sekarang aku berlutut di atas tempat tidur diantara kedua kaki
Tante Nita. Dengan perlahan kubuka pahanya dan kulihat belahan
vaginanya tampak merah dan basah. Dengan kedua ibu jariku kubuka bibir
vaginanya dan terlihatlah liang kewanitaan Tante Nita yang sudah menanti
untuk dipuaskan, sementara itu klitorisnya tampak menyembul indah di
bagian atas vaginanya. Tanpa menunggu komando aku langsung mengarahkan
mulutku ke arah vagina Tante Nita. Kujilati bibir vaginanya dan kemudian
kumasukkan lidahku ke liang vaginanya yang terasa lembut dan basah.
"Mmhhh... aahhh" desahan nikmat keluar dari mulut Tante Nita saat
lidahku menjilati klitorisnya. Sesekali klitorisnya kuemut dengan kedua
bibirku sambil kupermainkan dengan lidah. Aroma khas vagina wanita dan
kehangatannya membuatku makin bersemangat, sementara itu Tante Nita
terus mendesah-desah keenakan. Sesekali jari tanganku ikut membantu
masuk ke dalam lubang vaginanya.
"Aduuh... Donii... enak sekali sayang... iya sayang... yang itu
enak... emmhh ... terus sayang... pelan-pelan sayang... iya... gitu
sayang... terus... aduuh... aahh... mmhh... " katanya mencoba
membimbingku sambil kedua tangannya terus menekan kepalaku ke
selangkangannya. Tidak berapa lama kemudian pinggul Tante Nita mulai
berkedut-kedut, gerakannya terasa makin bertenaga, lalu pinggulnya
maju-mundur dan berputar-putar tak terkendali. Sementara itu kedua
tangannya semakin keras mencengkeram rambutku.
"Doni... Tante mau keluaar... aah... uuh... aahh... oooh...
adduuh... sayaaang... Doniiii... terus jilat itu Don... teruus...
aduuuh... aduuuh... tante keluaaar... " bersamaan dengan itu kepalaku
dijepit oleh kedua pahanya sementara lidah dan bibirku terus terbenam
menikmati kehangatan klitoris dan vaginanya yang tiba-tiba dibanjiri
oleh cairan orgasmenya. Beberapa saat tubuh Tante Nita meregang dalam
kenikmatan dan akhirnya terkulai lemas sambil matanya terpejam. Tampak
bibir vaginanya yang merah merekah berdenyut-denyut dan basah penuh
cairan.
"Doni... enak banget... sudah lama tante nggak ngerasain yang
seperti ini... " katanya perlahan sambil membuka mata. Aku langsung merebahkan diri di samping Tante Nita, kubelai rambut Tante Nita lalu
bibir kami beradu dalam percumbuan yang penuh nafsu. Kedua lidah kami
saling melilit, perlahan-lahan tanganku meraba dan mempermainkan pentil
dan payudaranya. Tidak berapa lama kemudian tampaknya Tante Nita sudah
mulai naik lagi. Nafasnya mulai memburu dan tangannya meraba-raba
penisku dan meremas-remas kedua buah bola pingpongku.
"Doni sayang... sekarang gantian tante yang bikin kamu puas ya... "
katanya sambil mengarahkan kepalanya ke arah selangkanganku. Tidak
berapa lama kemudian Tante Nita mulai menjilati penisku, mulai dari arah
pangkal kemudian perlahan-lahan sampai ke ujung. Dipermainkannya kepala
penisku dengan lidahnya. Wow... nikmat sekali rasanya... tanpa sadar
aku mulai melenguh-lenguh keenakan. Kemudian seluruh penisku dimasukkan
ke dalam mulutnya. Tante Nita mengemut dan sekaligus mempermainkan
batang kemaluanku dengan lidahnya. Kadang dihisapnya penisku kuat-kuat
sehingga tampak pipinya cekung. Kurasakan permainan oral Tante Nita
sungguh luar biasa, sementara dia mengulum penisku dengan penuh nafsu
seluruh tubuhku mulai bergetar menahan nikmat. Aku merasakan penisku
mengeras dan membesar lebih dari biasanya, aku ingin mengeluarkan
seluruh isinya ke dalam vagina Tante Nita. Aku sangat ingin merasakan
nikmatnya vagina seorang wanita untuk pertama kali...
"Tante... Doni pengen masukin ke punya tante... " kataku sambil
mencoba melepaskan penisku dari mulutnya. Tante Nita mengangguk setuju,
lalu ia membiarkan penisku keluar dari mulutnya. "Terserah Doni
sayang... keluarin aja semua isinya ke dalam veggie tante... tante juga
udah pengen banget ngerasain punya kamu di dalam sini... "
Perlahan kurebahkan Tante Nita disebelahku, Tante Nita langsung
membuka kedua pahanya mempersilahkan penisku masuk. Samar-samar kulihat
belahan vaginanya yang merah. Dengan perlahan kubuka belahan vaginanya
dan tampaklah lubang vagina Tante Nita yang begitu indah dan menggugah
birahi dan membuat jantungku berdetak keras. Aku takut kehilangan
kontrol melihat pemandangan yang baru pertama kali aku alami, aku
berusaha keras mengatur nafasku supaya tidak terlarut dalam nafsu...
Perlahan-lahan kupermainkan klitorisnya dengan jempol sementara jari
tengahku masuk ke lubang vaginanya. Tidak berapa lama kemudian Tante
Nita mulai menggerak-gerakkan pinggulnya, "Doni sayang... masukin
punyamu sekarang, tante udah siap... "
Kuarahkan penisku yang sudah mengeras ke lubang vaginanya, aku sudah
begitu bernafsu ingin segera menghujamkan batang penisku ke dalam
vagina Tante Nita yang hangat. Tapi mungkin karena ini pengalaman
pertamaku aku agak kesulitan untuk memasukkan penisku. Rupanya Tante
Nita menyadari kesulitanku. Dia memandangku dengan tersenyum...
"Ini pengalaman pertama ya Don... " "Iya tante... " jawabku
malu-malu. "Tenang aja... nggak usah buru-buru... tante bantu... "
katanya sambil memegang penisku. Diarahkannya kepala penisku ke dalam
lubang vaginanya sambil tangan yang lain membuka bibir vaginanya, lalu
dengan sedikit dorongan ke depan... masuklah kepala penisku ke dalam
vaginanya. Rasanya hangat dan basah... sensasinya sungguh luar biasa.
Akhirnya perlahan tapi pasti kubenamkan seluruh penisku ke dalam
vagina Tante Nita, aah... nikmatnya. "Aaahh... Donii... eemh... " Tante
Nita berbisik perlahan, dia juga merasakan kenikmatan yang sama.
Sekalipun sudah diatas 40 tahun vagina Tante Nita masih terasa sempit,
dinding-dindingnya terasa kuat mencengkeram penisku. Aku merasakan
vaginanya seperti meremas penisku dengan gerakan yang berirama. Luar
biasa nikmat rasanya... Perlahan kugerakkan pinggulku turun naik, Tante
Nita juga tidak mau kalah, pinggulnya bergerak turun naik mengimbangi
gerakanku. Tangannya mencengkeram erat punggungku dan tanganku membelai
rambutnya sambil meremas-remas payudaranya yang empuk. Sementara itu
bibir kami berpagutan dengan liar...
Baru beberapa menit saja aku sudah mulai merasa seluruh tubuhku
bergetar dijalari sensasi nikmat yang luar biasa... maklumlah ini
pengalaman pertamaku... kelihatannya tidak lama lagi aku akan mencapai
puncak orgasme.
"Tante... Doni sudah hampir keluar... aaah... uuh... " kataku
berusaha keras menahan diri. "Terusin aja Don... kita barengan yaa...
tante juga udah mau keluar... aahh... Doni... tusuk yang kuat Don...
tusuk sampai ujung sayang... mmhh... "
Kata-kata Tante Nita membuatku makin bernafsu dan aku menghujamkan
penisku berkali-kali dengan kuat dan cepat ke dalam vaginanya.
"Aduuh... Doni udah nggak tahan lagi... " aku benar-benar sudah
tidak dapat mengendalikan diri lagi, pantatku bergerak turun naik makin
cepat dan penisku terasa membesar dan berdenyut-denyut bersiap mencapai
puncak di dalam vagina Tante Nita. Sementara itu Tante Nita juga hampir
mencapai orgasmenya yang kedua.
"Ayoo Don... tante juga mau... ahhhh... ahhh kamu ganas sekali...
aaaahhh... Doniii... sekarang Don... keluarin sekarang Don... tante udah
nggak tahan... mmmhhh". Tante Nita juga mulai kehilangan kontrol, kedua
kakinya dijepitkan melingkari pinggulku dan tangannya mencengkeram
keras punggungku.
Dan kemudian aku melancarkan sebuah tusukan akhir yang maha dahsyat...
"Tante... aaaa... aaaagh... Doni keluaaaar... aagh... " aku mendesah
sambil memuncratkan seluruh spermaku ke dalam liang kenikmatan Tante
Nita. Bersamaan dengan itu Tante Nitapun mengalami puncak orgasmenya,
"Doniii... aduuuh... tante jugaa... aaaah... I'm cumming honey...
aaaahh... aah... "
Kami berpelukan lama sekali sementara penisku masih tertanam dengan
kuat di dalam vagina Tante Nita. Ini sungguh pengalaman pertamaku yang
luar biasa... aku betul-betul ingin meresapi sisa-sisa kenikmatan
persetubuhan yang indah ini. Akhirnya aku mulai merasakan kelelahan yang
luar biasa, seluruh persendianku terasa lepas dari tempatnya.
Kulepaskan pelukanku dan perlahan-lahan kutarik penisku yang mulai
sedikit melemah karena kehabisan energi. Lalu aku terbaring lemas di
sebelah Tante Nita yang juga tergolek lemas dengan mata masih terpejam
dan bibir bawahnya sedikit digigit. Kulihat dari celah vaginanya cairan spermaku meleleh melewati
sela-sela pahanya. Rupanya cukup banyak juga spermaku muntah di dalam
Tante Nita.
Tak lama kemudian Tante Nita membuka matanya dan tersenyum padaku,
"Gimana sayang... enak?" katanya sambil menyeka sisa spermaku dengan
handuk. Aku hanya mengangguk sambil mengecup bibirnya.
"Tante nggak nyangka kalau kamu ternyata baru pertama kali
"making-love". Soalnya waktu "fore-play" tadi nggak kelihatan, baru
waktu mau masukin penis tante tahu kalau kamu belum pengalaman. By the
way, Tante senang sekali bisa dapat perjaka ting-ting seperti kamu.
Tante betul-betul menikmati permainan ini. Kapan-kapan kalau ada
kesempatan kita main lagi mau Don... ?"
Aku hanya diam tersenyum, betapa tololnya kalau aku jawab tidak.
Tante Nita membaringkan kepalanya di dadaku, kami terdiam menikmati
perasaan kami masing-masing selama beberapa saat. Tapi tidak sampai 5
menit, energiku mulai kembali. Tubuh wanita matang yang bugil dan
tergolek dipelukanku membuat aku kembali terangsang, perlahan-lahan
penisku mulai membesar. Tangan kananku kembali meraba payudara Tante
Nita dan membelainya perlahan. Dia memandangku dan tersenyum, tangannya
meraih penisku yang sudah kembali membesar sempurna dan digenggamnya
erat-erat.
"Sudah siap lagi sayang... ? Sekarang tante mau di atas ya... ?"
katanya sambil mengangkangi aku. Dibimbingnya penisku ke arah lubang
vaginanya yang masih basah oleh spermaku. Kali ini dengan lancar penisku
langsung meluncur masuk ke dalam vagina Tante Nita yang sudah sangat
basah dan licin. Kini Tante Nita duduk diatas badanku dengan penisku
terbenam dalam-dalam di vaginanya. Tangannya mencengkeram lenganku dan
kepalanya menengadah ke atas dengan mata terpejam menahan nikmat.
"Aahh... Doni... penismu sampai ke ujung... uuh... mmhh... aahhh"
katanya mendesah-desah. Gerakan Tante Nita perlahan tapi penuh energi,
setiap dorongannya selalu dilakukan dengan penuh energi sehingga membuat
penisku terasa masuk begitu dalam di liang vaginanya. Pantat Tante Nita
terus bergerak naik turun dan berputar-putar, kadang-kadang diangkatnya
cukup tinggi sehingga penisku hampir terlepas lalu dibenamkan lagi
dengan kuat. Sementara itu aku menikmati goyangan payudaranya yang
terombang-ambing naik-turun mengikuti irama gerakan binal Tante Nita.
Kuremas-remas payudaranya dan kupermainkan pentilnya sehingga membuat
Tante Nita makin bergairah. Gerakan Tante Nita makin lama makin kuat dan
dia betul-betul melupakan statusnya sebagai seorang istri dosen yang
terhormat. Saat itu dia menampilkan dirinya yang sesungguhnya dan apa
adanya... seorang wanita yang sedang dalam puncak birahi dan haus akan
kenikmatan. Akhirnya gerakan kami mulai makin liar dan tak terkontrol...
"Doni... tante sudah mau keluar lagi... aaah... mmmhh... uuuughhh... " "Ayoo tante... Doni juga udah nggak tahan... "
Akhirnya dengan sebuah sentakan yang kuat Tante Nita menekan seluruh
berat badannya ke bawah dan penisku tertancap jauh ke dalam liang
vaginanya sambil memuncratkan seluruh muatan... Tangan Tante Nita
mencengkeram keras dadaku, badannya melengkung kaku dan mulutnya terbuka
dengan gigi yang terkatup rapat serta matanya terpejam menahan nikmat.
Setelah beberapa saat akhirnya Tante Nita merebahkan tubuhnya di atasku,
kami berdua terkulai lemas kelelahan. Malam itu untuk pertama kalinya
aku tidur di dalam kamar Tante Nita karena dia tidak mengijinkan aku
kembali ke kamar. Kami tidur berdekapan tanpa sehelai busanapun. Pagi
harinya kami kembali melakukan persetubuhan dengan liar... Tante Nita
seolah-olah ingin memuaskan seluruh kerinduannya akan kenikmatan yang
jarang didapat dari suaminya.
Semenjak saat itu kami sering sekali melakukannya dalam berbagai
kesempatan. Kadang di kamarku, kadang di kamar Tante Nita, atau sesekali
kami ganti suasana dengan menyewa kamar hotel di daerah Lembang untuk
kencan short-time. Kalau aku sedang "horny" dan ada kesempatan, aku
mendatangi Tante Nita dan mengelus pantatnya atau mencium lehernya.
Kalau OK Tante Nita pasti langsung menggandeng tanganku dan mengajakku
masuk ke kamar. Sebaliknya kalau Tante Nita yang "horny", dia tidak
sungkan-sungkan datang ke kamarku dan langsung menciumi aku untuk
mengajakku bercinta.
Semenjak berhasil merenggut keperjakaanku Tante Nita tidak lagi
cemberut dan uring-uringan kalau Om Rahmat pergi tugas mengajar ke luar
kota. Malah kelihatannya Tante Nita justru mengharapkan Om Rahmat
sering-sering tugas di luar kota karena dengan demikian dia bisa bebas
bersamaku. Dan akupun juga semakin betah tinggal di rumah Tante Nita.
Pernah suatu malam setelah Om Rahmat berangkat keluar kota, Tante
Nita masuk ke kamarku dengan mengenakan daster. Dipeluknya aku dari
belakang dan tangannya langsung menggerayangi selangkanganku. Aku
menyambut dengan mencumbu bibirnya dan membaringkannya di tempat tidur.
Saat kuraba payudaranya ternyata Tante Nita sudah tidak memakai BH, dan
ketika kuangkat dasternya ternyata dia juga tidak memakai celana dalam
lagi. Bibir vaginanya tampak merah dan bulu-bulunya basah oleh lendir.
Samar-samar kulihat sisa-sisa lelehan sperma dengan baunya yang khas
masih tampak disana, rupanya Tante Nita baru saja bertempur dengan
suaminya dan Tante Nita belum merasa puas. Langsung saja kubuka celanaku
dan penis yang sudah mengeras langsung menyembul menantang minta
dimasukkan ke dalam liang kenikmatan. Tante Nita menanggapi tantangan
penisku dengan mengangkangkan kakinya. Ia langsung membuka bibir
vaginanya dengan kedua tangannya sehingga tampaklah belahan lubang
vaginanya yang merekah merah. "Masukin punyamu sekarang ke lubang tante
sayang... " katanya dengan nafas yang berat dan mata sayu.
Karena aku rasa Tante Nita sudah sangat "horny", tanpa banyak
basa-basi dan "foreplay" lagi aku langsung menancapkan batang penisku ke
dalam vagina Tante Nita dan kami bergumul dengan liar selama hampir 5
jam! Kami bersetubuh dengan berbagai macam gaya, aku diatas, Tante Nita
diatas, doggy-style, gaya 69, kadang sambil berdiri dengan satu kaki di
atas tempat tidur, lalu duduk berhadapan di pinggir ranjang, atau berganti posisi dengan Tante Nita membelakangi aku, sesekali kami
melakukan di atas meja belajarku dengan kedua kaki Tante Nita diangkat
dan dibuka lebar-lebar, dan masih banyak lagi. Aku tidak ingat apa masih
ada gaya persetubuhan yang belum kami lakukan malam itu. Dinginnya hawa
Dago Utara di waktu malam tidak lagi kami rasakan, yang ada hanya
kehangatan yang menggetarkan dua insan dan membuat kami basah oleh
keringat yang mengucur deras. Begitu liarnya persetubuhan kami
sampai-sampai aku mengalami empat kali orgasme yang begitu menguras
energi dan Tante Nita entah berapa kali. Yang jelas setelah selesai,
Tante Nita hampir tidak bisa bangun dari tempat tidurku karena kakinya
lemas dan gemetaran sementara vaginanya begitu basah oleh lendir dan
sangat merah. Seingatku itulah malam paling liar diantara malam-malam
liar lain yang pernah kulalui bersama Tante Nita.
Petualanganku dengan Tante Nita berjalan cukup lama, 2 tahun, sampai
akhirnya kami merasa Om Rahmat mulai curiga dengan perselingkuhan kami.
Sebagai jalan terbaik aku memutuskan untuk pindah kos sebelum keadaan
menjadi buruk. Tetapi meskipun demikian, kami masih tetap saling bertemu
paling sedikit sebulan sekali untuk melepas rindu dan nafsu. Hal ini
berjalan terus sampai aku lulus kuliah dan kembali ke Jakarta. Bahkan
sekarang setelah aku beristri, kalau sedang mendapat tugas ke Bandung
aku masih menyempatkan diri menemui Tante Nita yang nafsu dan gairahnya
seolah tidak pernah berkurang oleh umurnya yang kini sudah kepala lima.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar